PENGANTAR PEMODELAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN SAP 2000
Sebuah gedung parkir sebagai bagian dari komplek perniagaan akan dibangun di kota Bandung. Komponen struktur direncanakan menggunakan material beton bertulang dengan spesifikasi sebagai berikut.
Beton
Kuat desak beton, fc’ = 25 Mpa atau K-300
Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 √fc’ = 23500 Mpa
Poisson ratio beton, νc = 0,2
Berat jenis beton, λc = 2400 kg/m3
Baja Tulangan
Tulangan longitudinal, BJTD 40 (ulir) fy = 400 Mpa
Tulangan transversal/sengkang, BJTP 24 (polos) fys = 240 Mpa
Poisson ratio baja, νs = 0,3
Berat jenis baja, λs = 7850 kg/m3
Tabel 1.1. Tebal Minimum Balok Non Prategang Bila Lendutan Tidak Dihitung SNI 2487-2002
Pada pelatihan ini digunakan jenis beton normal dan jenis tulangan BJTD 40. Berdasarkan tabel diatas didapatkan tebal minimum untuk balok dengan satu ujung menerus h = l/18,5 = 8000 mm/18,5 = 432,43 mm dan untuk balok dengan dua ujung menerus h = l/21 = 8000 mm/21 = 380,95 mm. Tinggi balok induk harus diambil lebih besar dari kedua nilai tersebut yaitu h = 650 mm. Lebar balok induk ditentukan sebesar b = 350 mm. Dimesi balok induk B1-350x650
Dimensi balok anak ditentukan dengan tinggi h = 550 mm dan lebar b = 250 mm B2-250x550.
Sebagai pengikat struktur diatas tanah digunakan sloof SL1-300x600 dan SL2-250x550. Sloof ini diharapkan dapat menahan beban dinding diatasnya serta meningkatkan kekuatan serta kekakuan lentur pondasi. Elevasi sloof diasumsikan 0.5 m diatas level penjepitan lateral.
Tebal pelat lantai diasumsikan 150 mm PL-150 dan tebal pelat atap/dak diasumsikan 120 mm PL-120.
Tabel 1.2. Preliminary Design Dimensi Kolom
Dimensi balok anak ditentukan dengan tinggi h = 550 mm dan lebar b = 250 mm B2-250x550.
Sebagai pengikat struktur diatas tanah digunakan sloof SL1-300x600 dan SL2-250x550. Sloof ini diharapkan dapat menahan beban dinding diatasnya serta meningkatkan kekuatan serta kekakuan lentur pondasi. Elevasi sloof diasumsikan 0.5 m diatas level penjepitan lateral.
Tebal pelat lantai diasumsikan 150 mm PL-150 dan tebal pelat atap/dak diasumsikan 120 mm PL-120.
Tabel 1.2. Preliminary Design Dimensi Kolom
_________________________________________________________________________
Jenis Kolom Pu fc' A = P/(0.3*fc') a perlu = √A a pakai Dimensi
Dimensi kN N/mm2 mm2 mm mm Kolom
--------------------------------------------------------------------------------------------------
K1 2135 25 284731 534 550 K1-550x550
K2 1281 25 170739 413 500 K2-500x500
K3 498 25 66380 258 450 K3-450x450
_________________________________________________________________________
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah ini didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun. Kota Bandung termasuk dalam wilayah gempa 4.
Gambar 1.1. Peta Gempa Indonesia Untuk Wilayah Bandung dan Sekitarnya SNI 1726 - 2002
Percepatan puncak muka tanah untuk wilayah gempa 4 untuk masing-masing jenis tanah ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.3. Percepatan Puncak Muka Tanah Wilayah Gempa 4 SNI 1726 - 2002
Percepatan puncak muka tanah untuk wilayah gempa 4 untuk masing-masing jenis tanah ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.3. Percepatan Puncak Muka Tanah Wilayah Gempa 4 SNI 1726 - 2002
Respon spektrum gempa rencana untuk wilayah gempa 4 ditetapkan menurut peraturan kegempaaan SNI 1726 -2002 sebagai berikut,
Gambar 1.2. Respon Spektrum Gempa Rencana Untuk Wilayah Gempa 4 SNI 1726-2002
Respon spektrum merupakan grafik respon maksimum (perpindahan, kecepatan, percepatan maksimum ataupun besaran yang diinginkan) dari fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan sistem berderajat kebebasan tunggal (Mario Paz, 1985). Untuk menentukan respon dari suatu grafik respon spektrum untuk suatu pengaruh tertentu, kita hanya perlu untuk mengetahui frekuensi atau periode natural dari sistem tersebut. Gambar 1.2 merupakan grafik respon spektrum percepatan C (sebagai ordinat) terhadap periode struktur T (sebagai absis) untuk wilayah gempa 4 Indonesia. C merupakan pseudo acceleration (Sa) yang telah dinormalisasi terhadap satuan gravitasi ( C = Sa/g).
Pada pelatihan SAP 2000 ini, diasumsikan gedung berada diatas kondisi tanah sedang. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan spesifikasi kategori jenis tanah ini dapat dilihat dalam peraturan.
Tingkat kepentingan suatu struktur terhadap bahaya gempa dapat berbeda-beda tergantung pada fungsinya. Oleh karena itu, semakin penting struktur tersebut maka semakin besar perlindungan yang harus diberikan. Faktor Keutamaan (I) dipakai untuk memperbesar beban gempa rencana agar struktur mampu memikul beban gempa dengan periode lebih panjang atau dengan kata lain dengan tingkat kerusakan yang lebih kecil.
Tabel 1.4. Faktor Keutamaan I Untuk Berbagai Kategori Gedung SNI 1726 - 2002
Respon spektrum merupakan grafik respon maksimum (perpindahan, kecepatan, percepatan maksimum ataupun besaran yang diinginkan) dari fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan sistem berderajat kebebasan tunggal (Mario Paz, 1985). Untuk menentukan respon dari suatu grafik respon spektrum untuk suatu pengaruh tertentu, kita hanya perlu untuk mengetahui frekuensi atau periode natural dari sistem tersebut. Gambar 1.2 merupakan grafik respon spektrum percepatan C (sebagai ordinat) terhadap periode struktur T (sebagai absis) untuk wilayah gempa 4 Indonesia. C merupakan pseudo acceleration (Sa) yang telah dinormalisasi terhadap satuan gravitasi ( C = Sa/g).
Pada pelatihan SAP 2000 ini, diasumsikan gedung berada diatas kondisi tanah sedang. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan spesifikasi kategori jenis tanah ini dapat dilihat dalam peraturan.
Tingkat kepentingan suatu struktur terhadap bahaya gempa dapat berbeda-beda tergantung pada fungsinya. Oleh karena itu, semakin penting struktur tersebut maka semakin besar perlindungan yang harus diberikan. Faktor Keutamaan (I) dipakai untuk memperbesar beban gempa rencana agar struktur mampu memikul beban gempa dengan periode lebih panjang atau dengan kata lain dengan tingkat kerusakan yang lebih kecil.
Tabel 1.4. Faktor Keutamaan I Untuk Berbagai Kategori Gedung SNI 1726 - 2002
Dari tabel diatas, untuk jenis bangunan parkir digolongkan dalam gedung umum yang memiliki faktor keutamaan I = 1,0.
Dalam prosedur SNI 1726-2002, struktur bangunan tahan gempa pada prinsipnya direncanakan terhadap beban gempa yang direduksi dengan suatu faktor modifikasi struktur (faktor R) yang merepresentasikan tingkat daktilitas yang dimiliki oleh struktur. Hal ini dimaklumi karena untuk merencanakan bangunan yang tahan terhadap beban gempa elastis merupakan suatu yang mahal. Detailing tulangan yang menjamin daktilitas struktur beton bertulang diatur dalam SNI 2847-2002 Pasal 23.
Faktor modifikasi struktur atau bisa dikatakan juga sebagai faktor reduksi gempa (R) untuk Struktur Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) maksimum adalah 5,5. Pada pelatihan SAP 2000 ini digunakan juga R = 5,5.
Beban pada struktur gedung dapat berupa beban hidup (LL = LIVE LOAD), beban mati sendiri (SW = SELF WEIGHT), beban mati tambahan (SIDL = SUPER IMPOSED DEAD LOAD), beban angin (W L = WIND LOAD), beban gempa (E = EARTHQUAKE) dan beban-beban lainnya yang semuanya diatur dalam Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) - 1983.
Beban-beban yang digunakan pada desain gedung parkir yaitu :
Beban Mati (DL)
Beban mati sendiri (SW) dihitung secara otomatis oleh program SAP 2000
Beban mati tambahan (SIDL) terdiri dari ME, keramik, spesi semen, dll :
a. lantai 1 dan lantai 2, SIDL = 175 kg/m2
b. lantai dak atap, SIDL = 150 kg/m2
Beban dinding beton = (2400 kg/m3 x tebal dinding m x tinggi dinding m) kg/m. Beban dinding dipisahkan karena pemodelan struktur bersifat open frame sehingga dinding dianggap sebagai beban garis pada balok.
Beban hidup (LL)
a. lantai 1 dan lantai 2, LL = 400 kg/m2
b. lantai dak atap, LL = 100 kg/m2
Beban Angin (WL)
Beban angin tiup minimum WL = 25 kg/m2. Beban gempa untuk sebagian tempat di Indonesia dan bangunan yang relatif rendah tidaklah signifikan jika dibandingkan dengan beban gempa. Sebagai pembelajaran, pada pelatihan SAP 2000 ini beban angin tetap digunakan. Koefisien tiup angin 0,9 dan koefisien hisap angin 0,4 (Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam peraturan pembebanan).
Beban Gempa (E)
Secara lebih detail, pembebanan gempa pada struktur diatur dalam SNI 1926-2002. Gaya gempa merupakan gaya inersia pada struktur yang bergantung pada massa struktur dan percepatan tanah yang bekerja pada struktur (Ingat Hukum Newton II, F = m.a ). Dalam Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 diatur mengenai reduksi beban hidup yang digunakan sebagai sumber massa gempa sebagai berikut :
Tabel 1.5. Faktor Reduksi Beban Hidup Untuk Peninjauan Gempa
Dalam prosedur SNI 1726-2002, struktur bangunan tahan gempa pada prinsipnya direncanakan terhadap beban gempa yang direduksi dengan suatu faktor modifikasi struktur (faktor R) yang merepresentasikan tingkat daktilitas yang dimiliki oleh struktur. Hal ini dimaklumi karena untuk merencanakan bangunan yang tahan terhadap beban gempa elastis merupakan suatu yang mahal. Detailing tulangan yang menjamin daktilitas struktur beton bertulang diatur dalam SNI 2847-2002 Pasal 23.
Faktor modifikasi struktur atau bisa dikatakan juga sebagai faktor reduksi gempa (R) untuk Struktur Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) maksimum adalah 5,5. Pada pelatihan SAP 2000 ini digunakan juga R = 5,5.
Beban pada struktur gedung dapat berupa beban hidup (LL = LIVE LOAD), beban mati sendiri (SW = SELF WEIGHT), beban mati tambahan (SIDL = SUPER IMPOSED DEAD LOAD), beban angin (W L = WIND LOAD), beban gempa (E = EARTHQUAKE) dan beban-beban lainnya yang semuanya diatur dalam Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) - 1983.
Beban-beban yang digunakan pada desain gedung parkir yaitu :
Beban Mati (DL)
Beban mati sendiri (SW) dihitung secara otomatis oleh program SAP 2000
Beban mati tambahan (SIDL) terdiri dari ME, keramik, spesi semen, dll :
a. lantai 1 dan lantai 2, SIDL = 175 kg/m2
b. lantai dak atap, SIDL = 150 kg/m2
Beban dinding beton = (2400 kg/m3 x tebal dinding m x tinggi dinding m) kg/m. Beban dinding dipisahkan karena pemodelan struktur bersifat open frame sehingga dinding dianggap sebagai beban garis pada balok.
Beban hidup (LL)
a. lantai 1 dan lantai 2, LL = 400 kg/m2
b. lantai dak atap, LL = 100 kg/m2
Beban Angin (WL)
Beban angin tiup minimum WL = 25 kg/m2. Beban gempa untuk sebagian tempat di Indonesia dan bangunan yang relatif rendah tidaklah signifikan jika dibandingkan dengan beban gempa. Sebagai pembelajaran, pada pelatihan SAP 2000 ini beban angin tetap digunakan. Koefisien tiup angin 0,9 dan koefisien hisap angin 0,4 (Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam peraturan pembebanan).
Beban Gempa (E)
Secara lebih detail, pembebanan gempa pada struktur diatur dalam SNI 1926-2002. Gaya gempa merupakan gaya inersia pada struktur yang bergantung pada massa struktur dan percepatan tanah yang bekerja pada struktur (Ingat Hukum Newton II, F = m.a ). Dalam Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 diatur mengenai reduksi beban hidup yang digunakan sebagai sumber massa gempa sebagai berikut :
Tabel 1.5. Faktor Reduksi Beban Hidup Untuk Peninjauan Gempa
Peraturan diatas dapat dipahami bahwa untuk kondisi terjadinya gempa maka beban hidup (LL, misalnya manusia) akan berkurang daripada saat gedung dalam kondisi layan.
Gambar 1.3. Denah Struktur Sloof Elevasi + 0,5 m
Gambar 1.4. Denah Struktur Lantai 1 Elv + 4,5 m
Gambar 1.5. Denah Struktur Lantai 2 Elv + 8,0 m
Gambar 1.6. Denah Struktur Atap Elv + 11,5 m
Gambar 1.7. Denah Struktur Tampak Y-Z
PENYELESAIAN (BERSAMBUNG) KE PART-2